Sejarah Sutawangi
Konon, desa Satawangi lahir dari hasil pemecahan Desa Jatiwangi tempo dulu dan terjadi pada tahun 1587. Sejarah asal usul nama Jatiwangi itu sendiri jauh sebelum desa Jatiwangi, Desa Karang Anyar, Desa Mandapa, dan Desa Sutawangi lahir. Dahulu ada sebuah wilayah yang didominir oleh seorang yang paling mampu dan mempunyai banyak kelebihan terutama dibidang ilmu kedigjayaan , dimana wilayah yang dimaksud adalah “ Wanayasa “ suatu wilayah, dimana di dalamnya termasuk wilayah kecamatan Jatiwangi sekarang, meliputi wilayah : Desa Jatiwangi tempo dulu (wilayah Kecamatan Jatiwangi sekarang , desa Mandapa dan desa Karang Anyar ), desa-desa dalam Kecamatan Dawuan (kecuali desa Mandapa dan Desa Karang Anyar ), desa-desa dalam Kecamatan Kertajati , desa-desa dalam Kecamatan Jatitujuh, desa-desa dalam kecamatan Ligung dan desa-desa dalam kecamatan Palasah , dimana istilah kecamatan ketika itu belum ada.
Kawasan tersebut diatas didirikan oleh seorang yang bernama “ SAKWATA GELAR “, yang selanjutnya tampuk pimpinan kekuasaan dilanjutkan oleh anak keterunanya yang benama “ PRABU BANJAR SARI “ mempunyai anak , diantaranya : GIWANG KARA, PRABU SWARMAN, KARMAYASA dan WIRAPATI. Dari WIRAPATI ini kekuasaan negeri ini tidak dilanjutkan oleh anak keturunanya (sehubungan putra mahkotanya telah gugur dimedan perang sebagaimana akan diceriterakan selanjutnya ), akan tetapi diteruskan oleh adik-adiknya yang bernama RADEN NIRMALA sebagai raja , dan adiknya yang satu lagi yang benama “ ARYA JATEN JATISWARA “ sebagai maha patihnya. Dan akhirnya setelah Raden Nirmala wafat, Aria Jaten Jatiswara ini naik keprabo ( naik tahta ) menjadi Raja Wanayasa yang terkhir.
Karena beliau mempunyai tampuk kepemimpinan yang sangat baik dan dapat diterima rakyatnya sehingga kawasan Wanayasa ini dapat berkembang dan bertahan dalam kurun waktu relatif cukup lama, hingga runtuhnya Wanayasa, kemudian timbul Istilah kedemangan/ atau kawadanaan Jatiwangi, meliputi kawasan daerah (istilah sekarang kecamatan ), yaitu: Kecamatan Jatiwangi, kecamatan Jatitujuh, kecamatan Ligung, kecamatan Kertajati, kecamatan Dawuan, kecamatan Palasah.
Hal tersebut dimana diceritakan dalam kisah “ Babad Perang Bantar V “ , dimana Arya Jaten Jatiswara mendapat serangan dari pangeran Muhammad Bupati I (pertama ) Majalengka yang dibantu oleh seorang yang bernama Manikomala yang bergelar “ Jaya Pergiwa “ hingga runtuhnya nagari Wanayasa dan timbulnya istilah kademangan dan sebagai jasa - jasanya Manikomala ini oleh Pangeran Muhammad diangkat menjadi kademangan Jatiwangi ( Demang atau Wedana pertama ).
Adalah asal usul Desa Sutawangi itu sendiri diceritakan dari mulut kemulut hingga menjadi suatu legenda yang dipercaya keberadaanya, konon katanya ketika raja Wirapati berkuasa di kerajaan Wanayasa ini , tersebutlah Wanayasa mendapat serangan dari kerajaan Girilawungan (Majalengka tempo dulu ) yang ketika itu dipimpin oleh seorang ratunya bernama “ Nyi Rambut Kasih “ Maka terjadilah perang sedasyat-dasyatnya antara pasukan Rambut Kasih dipihak pertama dan dilain pihak pasukan Wanayasa yang dipimpin oleh seorang putra mahkota yang bergelar “SUTAPRANA“ atau dalam istilah bahasa sunda “ Suta “ berarti anak dan “Prana “ berarti wangi sehingga dari peperangan tersebut mengakibatkan gugurnya seorang pahlawan nageri Wanayasa, yaitu Sutaprana. Oleh karenanya untuk mengenang jasa - jasanya atas kepahlawanan Sutaprana tersebut diabadikan menjadi nama suatu desa, yaitu desa Sutaprana atau Desa Sutawangi sekarang.
Kepala desa Sutawangi untuk pertama kali manggung adalah yang bernama Saca Guna, yang dimakaman di suatu kampung , yang sekarang pemakaman tersebut diabadikan menjadi nama pemakaman “ Buyut Guna “ (dalam istilah bahasa sunda : “Buyut Guna “ terdiridari dua suku kata yaitu kata Buyut dan Guna, dimana Buyut artinya nenek moyang dan Guna berasal dari sempalan nama Saca Guna), dan tempat peristirahatan terakhir sang kakek moyangnya masyarakat Sutawangi pertama ini letaknya dipinggir jalan Raya Jatiwangi – Tonjong atau tepatnya di Dusun 02- Kapur (belakang eks.kompleks Pabrik Gula Jatiwangi- Desa Sutawangi ). Dimana Saca guna ini adalah cucu dari “ Arya Limbangan“ seorang maha patih nageri Wanayasa ketika Arya Jaten Jatiswara berkuasa.
SUTAPRANA PUTRA TERBAIK NEGERI WANAYASA
Siapakah nama asli sang Sutaprana, dan dimana dimakamkannya sang heroik ini, serta tahun berapa meninggalnya ? Tidak ada keterangan sama sekali, baik dari cerita masyarakat maupun dari prasasti. Malah prasastinyapun tidak ada. Akan tetapi sumber berita ini, penulis : Opin Asropi , Sekretaris Desa pada tahun 1990 telah mendapat berita dari Pak Emon mantan Pamong Desa meninggal tahun 2002 pada usia 116 tahun. Dan Pak Emon dari ayahnya Pak Sanen , dari kakeknya dari ……… dan seterusnya , sayang pak Emon tidak dapat menerangkan sampai kepada sanadnya, akan tetapi ketika pada zamannya kakeknya pak Emon, kata pak Emon cerita ini sangat mashur di negri ini, yaitu ceritera akan kepribadian , keteguhan hati dan keheroikannya seorang Sutaprana.
Sebelum kita kita berangkat ceritera akan kepribadian, keteguhan dan keheroikannya ini, terlebih dahulu kita bercerita tentang seorang prajurit Demak sepulang mengadakan penyerangan ke kerajaan Pajajaran yang kesasar di Negri Wanayasa, namanya Ky. Kasirah – seorang muslim. Tidak akan kami diceriterakan dahulu tentang bagaimana pertemuan antara Ky Kasirah dengan Suta Prana ini, yang jelas Sutaprana telah mengambil jalan hidup yang berbeda dengan keluarga besar Wanayasa. Dimana Suta Prana adalah benar – benar seorang muslim sejati murid kesayangan gurunya, Ky.Kasirah, sementara keluarganya dan lingkungannya sendiri masih bergelut dengan aliran kepercayaan ,animisme.
Alangkah baiknya jika kita memulai kisah dengan pribadinya : seorang remaja Wanayasa terkemuka, seorang yang paling ganteng nan tampan, yang semangat kemudaan penuh jiwa , sehingga semangat kemudaanya dilukiskan oleh seorang pujangga dengan kalimat “ Seorang putra mahkota Wanayasa yang mempunyai nama paling harum atau “ wangi “
Ia lahir dan dibesarkan dalam kesenangan , dan tumbuh dalam lingkunganya, dalam lingkungan alam Wanayasa , pada alam dimana ayahnya “ Wirapati “ seorang penguasa atau pembesar di negeri ini. Mungkin tak ada seorangpun diantara anak - anak muda Wanayasa yang seberuntung dimanjakan oleh kedua orang tuanya sedemikian rupa seperti yang dialami Sutaprana. Apalagi Sutaprana kenyataan ini benar-benar seorang anak tunggal !
Mungkinkah kiranya seorang anak muda yang serba kecukupan, bisa hidup mewah dan manja, menjadi buah bibir atau idola gadis-gadis Wanayasa dan menjadi bintang ditempat - tempat pertemuan, tiba-tiba menjelma menjadi seorang ksatria hingga menjadi buah cerita dipanggung dunia Wanayasa ini……. Dan tiba - iba ia tampil dalam semangat kepahlawanan ?
Sungguh, suatu riwayat penuh pesona, riwayata seorang Sutaprana yang baik yang penuh tauladan……… ini tiada lain ini adalah berkat tempaan nilai-nilai Islam, tentunya dan didikan Ky. Kasirah, adanya.
Tapi corak kepribadian manakah….?
Sungguh, kisah hidupnya menjadi kebanggaan bagi kemanusiaan pada umumnya.
Suatu hari anak muda ini mendengar berita yang telah tersebar luas dikalangan warga Wanayasa mengenai Ky. Kasirah ini, yang mengatakan bahwa dirinya menganut ajaran Muhammad S.A.W sebagai pembawa berita suka ataupun tidak suka dan dirinya mengatakan sebagi da’i yang mengajak umat beribadat kepada Allah Yang maha Esa. Maka dengan sendirinya anak manja ini rupanya yang paling banyak menerima berita ini, berita agama yang dibawa Ky. Kasirah . Karena sekalipun usianya masih belia, akan tetapi gayanya yang tampan dan penuh pesona serta cerdas otaknya .Sehingga si cerdas ini tak heran, kalau ia selalu menjadi bunga majlis disetiap pertemuan dan seorang yang mudah bergaul di kalangan masyarakat dan luas pandanganya. Inilah yang merupakan keistimewaan tersendiri dari seorang Sutaprana.
Diantara berita yang didengarnya ialah bahwa Ky. Kasirah bersama pengikutnya biasa mengadakan pertemuan di suatu tempat yang terhindar jauh dari rongrongan gerombolan kaum animisme Wanayasa. Tidak disebutkan tepatnya dimana lokasi pertemuan itu, dan kalau disuatu rumah , ya dirumah siapa ?.Entahlah…
Tapi yang jelas si cerdas ini, disuatu senja yang didorong oleh suatu kerinduanya yang mendalam , maka tidak panjang lebar lagi pergilah ia kesuatu tempat rahasia itu, tempat yang biasa Ky. Kasiran dan para sahabatnya berkumpul, tempat dimana ayat –ayat Al-Qur’an itu selalu didengungkan dan ajaran sholat diajarkan, maka di tempat itu pula Sutaprana mulai bersaksi : “Bahwa tiada ilah kecuali Allah, dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah “.
Maka begitu mengucapkan kedua kalimat sahadat, aneh bin ajaib dada pemuda yang semula dirasakan panas penuh gejolak, hingga tiba-tiba berubah menjadi sebuah lubuk hati yang tenang dan damai, tak obah bagai lautan yang teduh dan dalam .
Dan sungguh pemuda yang telah islam dan penuh keimananya ini, kini
benar- benar bukan Sutaprana yang manja seperti dulu.Tapi kini si wong bagus ini benar - benar telah mermiliki ilmu hikmah yang luas - berlipat ganda dari ukuran manusia se- usianya - dan benar - benar telah mempunyai kepekatan hati yang mampu merubah jalan sejarah …….!
Nyi Mas Sarinten, yakni ibunda Sutaprana, adalah seorang yang berkepribadian kuat dan berpendirian yang tak dapat ditawar - tawar atau diganggu gugat. Ia seorang wanita cerewet……. Terpandang…, disegani sekaligus ditakuti kaumnya. Sungguh seorang yang paling galak di kalangan Kaum Wanayasa ini !
Adalah Sutaprana dalam menganut Islam ini, sudah barang tentu tiada s atupun kekuatan manusia yang ditakuti dan dikhawatirkan bagi dirinya kecuali ibunya sendiri, bahkan walaupun seluruh penduduk Wanayasa ini beserta berhala berhalanya, para pembesar dengan pedang dan parangnya berubah menjadi suatu keganasan demikian rupa dan menjadi sesuatu kekuatan yang menakutkan yang hendak menyerang dan menghancurkanya, tentunya bagi Sutaprana hal itu akan menganggapnya sesuatu yang kecil dan enteng. Akan sebaliknya apabila yang dihadapi itu nyatanya ………. tantangan dari sang ibu si cerewet , sudah barang tentu bagi Sutaprana lain ceritanya… tentunya bukan lawan enteng memeh dahar! Itulah sebabnya iapun berfikir dan berusaha sekeras - kerasnya untuk sementara menyembunyikan keislamanya sampai terjadi sesuatu yang dikehendaki Allah.
Demikianlah ia senantiasa bulak-balik aktif menghadiri setiap kegiatan majlis Ky. Kasiran, walaupun ia sendiri sadar akan dampak dari itu semuanya seandainya suatu ketika ibunya mengetahui akan kegiatan itu, pastinya juga sudah dibayangkan bagaimana besarnya amarah murka sang ibu pada dirinya. Akan tetapi, bagi diri Sutaprana masuk Islam sudah merupakan keputusan final yang tidak dapat diganggu gugat lagi. Berangkat dari suatu kesadaran pribadi bukan paksaan, sehingga yang ia rasakan nyatanya keimanan itu yang menjadikan hatinya merasa damai dan bahagia.
Akan tetapi, dalam suasana seperti ini - dalam suasana alam perkampungan maka mestinya di Wanayasa ini tiada rahasia yang tersembunyi. Mata badega-badega ( kaki tangan ) Wanayasa akan berkeliaran kemana-mana mengikuti setiap langkah gerak dan menyelusuri setiap jejak.
Kebetulan suatu ketika se seorang badega yang namanya tidak disebutkan melihat Sutaprana memasuki rumah Ky. Kasiran secara tersembunyi. kemudian dihari yang lain dilihatnya ia mengerjakan sholat seperti yang dilkukan Ky. Kasiran. Tanpa basa basi lagi, secepat kilat si badega ini menemui si rewet dan melaporkan berita yang dilhatnya itu.
Berdirilah Sutaprana dihadapan sang ibu dan keluarganya serta para petinggi Wanayasa yang berkumpul di rumahnya. Dengan hati yang yakin dan pasti dibacakanya ayat-ayat Al-Qur’an hasil pelajaran Ky. Kasirah itu dengan maksud untuk mencuci hati nurani mereka, dan mengisinya dengan hikmah kislaman yang penuh kemulian …………
Ketika sang ibu hendak membungkam mulut putranya dengan tamparan keras, tiba-tiba tangan yang ter-ulur bagai anak panah itu akhirnya surut juga dan jatuh terkulai dibuatnya tak berdaya….
Entah kenapa……
Yang jelas dengan keimanan dan ketaqwaan ini, akan melahiran suatu pancaran nur yang menjadaikan seseorang dalam hidupnya penuh kewibawaan dan keberanian dan tak pernah ragu dalam menegakkan suatu Haq .
Karena rasa nurani keibuanya, bagaimanapun galaknya ibunda Sutaprana rupanya kalau sampai memukul dan menyakiti badan putranya ini….. dia benar-benar dibuatnya tidak tega juga.
Tapi demi gengsi dalam tuntutan bela agama karuhun-aruhunnya, Maka diambilah suatu keputusan hukuman kepada anaknya dengan cara lain. Dibawalah putranya itu kesuatu tempat terpencil dirumahnya , lalu dikurung dan dipenjarakanya rapat-rapat.
Demikianlah beberapa lama Sutaprana tinggal dalam kurungan, sampai suatu saat hingga timbul dari fikiranya untuk punya niat melepaskan diri , dan Sutapranapun mencari muslihat, dan berhasil mengelabui ibu dan penjaga-penjaganya. Lalu pergi ke suatu daerah yang tidak disebutkan namanya akan tetapi masih ada dalam wilayah kekuasaan nageri Wanayasa.
Pergi untuk meninggalkan pangkat, jabatan, keturunan , segala kemilau harta dunia dan kemewahan - ya pergi seorang diri demi menegakkan suatu keimanan , ujlah !
Padahal ia seorang putra mahkota pewaris tahta orang tuanya. Kenapa ia tetap pergi, kenapa pangkat dan jabatan terhormat itu ditinggalkan dan tak bersedia menerimanya.
Katanya : “ Kalau kamu masih mampu makan tanah asal tidak membawahi dua orang manusia, maka lakukanlan ! “
Kenapa ia menolak pangkat dan jabatan, tapi memilih pergi - kecuali mengepalai sepasukan tentara yang pergi menuju medan perang .
Dengan kalimat - kalimat yang jelas dan manis, Sutaprana memberikan tauladan kepada kita, bahwa ternyata untuk mencari hakekat keagamaan ini memerlukan pengobanan , adanya usaha keras dan perjuangan besar yang nyata , yang harus dilalui dalam hidup. Ujian dan penderitaan yang harus dilalui Sutaprana ditiap saat dan tempat kian meningkat.
Pada suatu hari ia tampil dihadapan beberapa orang muslim di suatu majlis yang sama – sama duduk sekeliling Ky. Kasirah. Demi memandang Sutaprana mereka semua menundukan kepala dan memejamkan mata. Malu bercampur sedih , sementara beberapa orang matanya basah karena duka. Mereka melihat Sutaprana memakai baju dan celana usang yang bertambal tambal, padahal belum lagi hilang dari ingatan mereka - pakaian sebelum masuk Islam - tak obahnya bagaikan kembang ditaman, berwarna warni dan berhamburkan bau wangi.
Adapun Ky. Kasirah menatap dengan pandangan penuh arti,disertai cinta kasih dan syukur dalam hati, pada bibirnya tersungging senyum bahagia, serya berkata : “ Dahulu saya lihat Sutaprana tak ada yang mengimbangi dalam memperoleh kesenangan dari orang tuanya, kemudian ditinggalkannya semuanya itu demi cintanya kepada Allah dan Rosul-Nya “
Semenjak ibunya merasa putus asa untuk mengembalikan Sutaprana kepada kepercayaan lama , animisme – kercayaan kepada roh roh leluhurnya , Ia menghentikan segala pemberian yang biasa dilimpahkan kepadanya, bahkan ibunya pernah sesumbar kepada anak kandungnya sendiri ini : “ Tak sudi nasi saya dimakan oleh orang yang telah mengingkari ajaran karuhun dan patut memperoleh kutukan dari padanya “.
Akhir pertemuan Sutaprana dengan ibunya, ketika perempuan itu hendak mencoba mengurungnya lagi sewaktu ia pulang kerumahnya. Sutapranapun bersumpah dan menyatakan tekadnya untuk membunuh orang-orang suruhan ibunya apabila rencana itu dilakukan. Karena sang ibu telah mengetahui kebulatan tekad putranya itu dalam mengambil suatu keputusan, tak ada jalan lain kecuali melepaskan dengan cucuran air mata, sementara Sutaprana mengucapkan salamat berpisah dengan menangis pula.
Saat perpisahan itu menggambarkan kepada kita , bagaimana kegigihan yang luar biasa dalam keanismean di pihak Ibu, sebaliknya kebulatan tekad yang lebih besar dalam mempertahankan keimanan dari pihak anak. Ketika sang ibu mengusirnya dari rumahnya sambil berkata
“ Pergilah sesuka hatimu ! Aku bukan ibumu lagi “. Maka Sutapranapun menghampiri Ibunya sambil berkata :“ Wahai bunda ! Telah ananda sampaikan nasehat kepada bunda, dan ananda menaruh kasihan kepada bunda. Karena itu saksikanlah bahwa tiada Tuhan melainkan Allah, dan Muhammad adalah hamba dan utusan Allah.
Dengan murka penuh sewot ibunya menyahut : Demi karuhun karuhun ! Tidak - tidak - tidak ! Sekali-kali aku tak akan masuk kedalam kepercayaanmu itu, Otakku bisa jadi rusak dan buah fikiranku tak akan diindahkan orang lagi “.
Demikian Sutaprana meninggalkan kemewahan dan kesenangan yang dialami selama itu , dan ia lebih memilih hidup dengan kemiskinan dan kesengsaraan…..
Pemuda ganteng dan perlente itu, kini telah menjadi seorang yang melarat dengan pakaiannya yang kasar dan usang, sehari makan dan beberap hari menderita lapar.
Tapi jiwanya yang telah dihiasi dengan aqidah suci dan cemerlang berkat sepuhan Nur Ilahi. Sebab Sutaprana telah menyerahkan seluruh jiwa raga dan nasibnya kepada Allah, hingga tiada sesuatupun yang tampak olehnya hanyalah Dia, yang maha kaya- yang maha kuasa – yang maha mendengar…….. berkat keyakinan yang mendalam itu, hingga terjadi perubahan pada dirinya menjadi seorang manusia lain, yaitu manusia yang dihormati, penuh wibawa dan disegani.
Akhirnya sampailah kepada suatu saat terjadi penyerangan nageri Wanayasa oleh Kerajaan Girilawungan yang dipimpin oleh ratunya Nyi Rambut Kasih disatu pihak, dan sebaliknya nagari Wanayasa dipimpin oleh seorang putra terbaik Wanayasa “Sutaprana “ yang diceritakan dalam : Babad Perang Bantar V “.
Tersebutlah masing-masing pihak telah mengatur masing - masing barisanya. Wirapati berdiri di tengah tengah barisan, menetap setiap wajah, menyelidiki siapa kira-kira yang pantas diserahi bendera , atau selaku Panglima Perang. Lama menatap, Wirapati tidak cepat-cepat mengambil keputusan, entah apa yang difikrkan. Dikala keheningan itu, tiba - tiba datanglah seorang pemuda dengan tak segan dan ragu lagi dirampaslah bendera itu dari tangan Wirapati. Pemuda itu tiada lain adalah si cerdas – si tahan banting – sijagoan kita, ya siapalagi kalau bukan balad kita “ Suta Prana “, yang pada dirinya senatiasa telah siap jiwa dan raganya untuk membela nagarinya.
Peperangan berkobar lalu berkecamuk dengan sengitnya. Mula-mula pasukan Girilawungan mulai terdesak . Akan tetapi suasana itu berubah begitu cepat, dengan tidak diduga pasukan berkuda Nyi Rambut Kasih menyerang pasukan Wanayasa dari segala jurusan , lalu tobak dan pedangpun berdentang beradu satu sama lain. Tapi rupanya pertarungan tidak seimbang yang menjadikan pasukan Wanayasa banyak yang terbantai , dan terkulai bersimpuh darah.
Pasukan Wanayasa akhirnya yang menjadi kacau balau….
Demi melihat barisan Wanayasa yang porak poranda, pasukan Nyi Rambut Kasihpun mulai menyerang kearah Wirapati dengan maksud menghantamnya.
Sutaprana menyadari suasana gawat itu. Maka diacungkanya bendera setinggi tingginya dan bagaikan ngauman singa lapar, ia bertakbir sendirian sekeras kerasnya, lalu maju kemuka, melompat, mengelak dan berputar , lalu menerkam. Dengan tujuan untuk menarik perhatian musuh kepadanya dan melupakan Wirapati. Oleh karenanya Si Jagoan ini benar-benar perang habis-habisan tanpa memikirkan resiko maut dihadapannya……….
Sungguh, walaupun seorang diri , akan tetapi Sutaprana bertempur laksana banteng ngamuk …….. Sebelah tangannya memegang bendera sebagai tameng , sedangkan sebelahnya lagi menebaskan pedang dengan mata yang tajam……
Akan tetapi musuh bertambah banyak saja. Sehingga gugurlah Suta Prana dan jatuhlah bendera…… Ia gugur sebagai bintang dan mahkota putra terbaik negri Wanayasa.
Tapi sayang di saat –saat terakhir Sutaprana, tidak ada saksi mata yang akan menceritakan yang menjadi lantaran gugurnya pahlawan besar ini.
Gugurnya oleh siapa, apakah oleh tangan Ny Rambut Kasih sendiri – atau oleh siapa ? Yang pasti, gugurnya Sutaprana dialaminya setelah dengan keberanian luar biasa mengarungi kancah pengorbanan yang panjang.
Nah inilah dia sutaprana yang budiman itu……! Itulah dia Sutaprana yang zuhud ahli ibadah dan yang selalu merindukan kembali untuk bertemu dengan Tuhanya.
Dikutip dari : http://jatiwangi87.wordpress.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar